Rabu, 26 Desember 2012

Kemerosotan Nilai-nilai Akhlak Spiritual Dalam Arus Sekularisme


Sistem pendidikan di negara kita, Indonesia yang terdiri dari :
  • Pendidikan Informal : Pendidikan di lingkungan keluarga
  • Pendidikan formal : Pendidikan yang sejak sekolah dasar sampai PT (Perguruan Tinggi)
  • dan Non formal : Pendidikan di lungkungan Masysrakat
Secara de facto di sadari atau tidak disadari, harus diakui berorientasi pada tercapainya kebahagian duniawi. Pendidikan non formal yang terfasilitasi berbagai media mulai dari media cetak, media massa, hingga dunia maya seperti internet cenderung berkiblat pada dunia barat yang sekular. Hal ini sungguh memprihatinkan jika pendidikan non formal yang pada awalnya di ramu melalui kurikulum yang mengacu pada keseimbangan materi pendidikan akhlak spiritual (attitude), keterampilan (skills) , dan pengetahuan (knowledge) pada akhirnya juga larut dalam dominasi paham sekularitas.
sekularisme
Perilaku sekular dan materialis tidak bisa dihindari selama porsi materi pendidikan akhlak spiritual hanya mendapatkan materi yang sedikit dalam kurikulum formal di negara kita. Porsi materi pendidikan akhlak spiritual yang minim itu pun tidak mengacu lagi pada pendidikan agama yang murni sebagaimana yang diajarkan oleh Rosulullah SAW yang dipahami sebagaimana kepahaman para sahabat-sahabatnya.


Dalam kurikulum di negara, pendidikan agama islam pun cenderung diposisikan sebagai obyek ilmiah yang dipelajari sekedar untuk menambah khasanah pengetahuan, bukan lagi sebagai pedoman hidup menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Dalam kehidupan seperti saat ini dominasi paham sekularisme pun bisa kita lihat dengan berbagai isu maupun problem bangsa saat ini. Sebagai contoh, coba kita tanya kepada beberapa orang tentang issue apa yang paling menarik akhir-akhir ini, insyaallah jawaban mereka pasti kurang lebiuh tentang ekonomi, bisnis, teknologi, informasi, kesenjangan sosial, yang cenderung menafikan issue strategis, esensial dan mendasar yaitu tentang kemerosotan nilai-nilai akhlak spiritual. Kasus korupsi dinegara kita contohnya,  biang kerok dari kasus seperti ini akibat dari kedzaliman yang diakibatkan karena minimnya nilai-nilai agama dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai yang terbagun di negara maju membentuk karakter, akhlak, dan pola pikir masyarakat di negara tersebut. Sudah barang tentu nilai-nilai tersebut dipandang melalui kacamata budaya negara berkembang. Setuju tidak setuju, ada sisi positif dan negatifnya.

Ketika masyarakat lebih tertarik pada nilai-nilai negatifnya (karena cenderung lebih mudah) bencana kerusakan budaya itu tak bakal dihindari. Kurikulum pendidikan di Indonesia yang gado-gado tersebut mencetak bangsa bermental tidak jelas atau serba tanggung. Imbas dari mental setengah sekular setengah agamin tersebut terbawa hingga memasuki dunia kerja. Tidak heran jika ada pengusaha muslim, kendati pun atribut kemuslimanya begitu kental sehingga setiap orang begitu mudahnya mengenali mereka sebagai pengusaha muslim, tetapi dalam operasionalisasi tetap mengabaikan nilai-nilai agama yang di ajarkan dalam islam. Dalam sebuah seminar motivator Bob Proctor mengungkapkan "Sungguh banyak kemudahan di dunia ini, namun dari sekian banyak kemudahan itu yang poaling mudah adalah menjadi kaya" . Kenapa pernyataan itu bisa demikian, bukankah menjadi kaya itu sulit?. bukankah saat ini mencari pekerjaan saja juga susah?. Tidak ada kesulitan bagi kita, untuk memahami pernyataan motivator internasionalk tersebut. Menjadi kaya memang tidak sulit, terlebih jika menggunakan cara yang tidak fair, tidak etis, atau bertentangan dengan hukum-hukum yang berlaku. Dan sedikit dari bangsa kita, itupun jika ada yang menyadari bahwa sebenarnya sebagian besar bangsa kita berkarya dengan cara yang tidak fair baik secara individual maupun koloektif.

Dalam kehidupan di dunia ini pasti ada sisi positif negatifnya, tapi alangkah lebih indahnya jika kita mentaati aturan dan hukum yang berlaku sesuai koridor agama kita masing-masing. problematika bangsa indonesia tidak akan pernah habis selama masyarakat maupun pemegang peran penting bangsa masih memiliki nilai-nilai dan aklak spiritual yang rendah.

0 komentar:

Posting Komentar